Halo para pengejar beasiswa diluar sana!
Kali ini saya mau ngomongin sosial media saya yang selalu dipenuhi oleh para penerima beasiswa yang sukses mengenyam pendidikan di dalam maupun luar negeri dengan prestasinya masing-masing belakangan ini. Saking seringnya melihat para orang-orang sukses tersebut, saya jadi paham kenapa dulu saya mencoba seleksi pertukaran pelajar dan beasiswa beberapa kali sejak SMA tapi baru bisa lolos menjadi penerima beasiswa setelah saya lulus kuliah. Ternyata, ada beberapa pola karakter dari para pembelajar sukses itu yang ternyata dulu tidak saya miliki dan sekarang sedang saya pelajari dan praktekan. Apa saja itu?
Percaya diri.
Coba deh, ada ngga diantara para pembelajar sukses itu yang ngga punya poin ini? Bukan karena mereka sudah lulus, sudah sukses lantas mereka percaya diri, justru sebaliknya, mereka tidak akan sukses sebagai pembelajar tanpa percaya diri yang tinggi.
Sebelumnya saya sudah pernah membahas masalah percaya diri ini (baca disini) dan memang percaya diri ini erat kaitannya dengan kemampuan kita belajar di jenjang yang lebih tinggi. Bayangkan, bagaimana kita bisa berdiskusi dengan senior dan supervisor, mempresentasikan hasil kita, memberikan argumen, dan juga memberikan kritik dan saran yang membangun kalau kita tidak memiliki rasa percaya diri yang kuat. Apalagi jika kita berada di luar negeri. Tanpa rasa percaya diri, kita akan sulit menangkap ilmu, sulit menerima masukan, akhirnya sulit untuk berkembang, dan akan terus-terusan merasa lebih inferior dibandingkan teman-teman yang lainnya. Ujung-ujungnya, kita gagal sebagai pembelajar. Gawat kan?
Tes ini adalah sebuah tes dimana kami bermain peran sebagai penerima beasiswa yang baru saja mendarat di bandara negara tujuan kami dan mengikuti pers conference. Para penguji disini berperan sebagai wartawan yang mencerca kami dengan berbagai pertanyaan mulai dari yang simpel, sampe pertanyaan berbau politik yang menyerang dan menyudutkan negara kita. Saya sempat ketakutan dalam menjawab. Dan ternyata, orang-orang yang waktu lulus di seleksi ini adalah teman-teman yang dengan tenang dan santai menjawab pertanyaan para "wartawan" itu, meskipun mereka disudutkan. Mereka dengan percaya diri menjawab pertanyaan yang (saya yakin) mereka juga ngga begitu menguasai. Tapi mereka terlihat sangat meyakinkan, sangat percaya diri, sangat reliable. Sebagai pemberi sponsor, tentu saja pemberi beasiswa akan lebih mempercayai "investasi"nya pada orang-orang yang bisa membawakan dirinya dengan baik ini.
Supaya sukses meraih kesempatan beasiswa, paling dasar, kita harus percaya pada diri kita sendiri bahwa kita mampu!
Supaya sukses meraih kesempatan beasiswa, paling dasar, kita harus percaya pada diri kita sendiri bahwa kita mampu!
Berkeinginan keras dan tidak mudah menyerah.
Sebagai orang yang berkali-kali ikut seleksi pertukaran pelajar, beasiswa ini, beasiswa itu, saya yakinkan kalo poin ini SANGATLAH PENTING. Saya ngga akan jadi penerima beasiswa seperti saat ini kalau pada saat gagal, saya menyerah untuk mencoba lagi dan lagi.
Ketika saya mengikuti seleksi beasiswa saya sekarang pun juga demikian. Selalu ada teman seperjuangan yang sudah mencoba seleksi yang sama dua kali. Ada juga yang mencoba seleksi beasiswa berbeda sampai berkali-kali. Ada juga yang saling kenal karena seringkali bertemu di seleksi-seleksi seperti ini. Artinya, no one gives up.
Saya sendiri diterima beasiswa ini pada seleksi pertama, karena saya sudah berkali-kali gagal pada kesempatan sebelumnya, sudah banyak belajar dan bikin strategi. Nanti pun juga begitu. Kelak ketika sudah sukses dengan penelitian saya, itu artinya saya sudah pernah gagal berkali-kali. Jangan pernah takut untuk gagal, apalagi menyerah! Yang jelas, setiap gagal, analisis lagi, pelajari lagi, amati lagi: what makes them different than ourselves?
Lab life |
Punya determinasi atau tujuan yang jelas.
Ini adalah kegagalan saya ketika melamar program pertukaran mahasiswa sewaktu S1 dulu. Seleksi berkas, lolos dengan mulusnya. Tapi, ketika diwawancarai, saya gagal menjelaskan kepada pewawancara tentang tujuan saya. Saya tidak punya goal yang jelas, hanya sekadar ingin merasakan "bersekolah diluar negeri". Mana ada investor, sang pemberi beasiswa, yang mau menggelontorkan dananya untuk sesuatu yang ngga jelas tujuannya? Sekali lagi, "ingin bersekolah diluar negeri" atau "ingin membuka wawasan dengan sekolah diluar negeri" saja tidak cukup. Itu bukan tujuan yang kongkrit.
Itulah sebabnya, sebelum saya melamar beasiswa terakhir kali, saya buat dulu plot rencana studi saya. Saya rinci lagi apa saja hal-hal yang bisa saya pelajari dari sekolah tujuan saya, kenapa harus di sekolah ini dan bukan ditempat lain, kemudian apa yang akan saya lakukan dengan ilmu yang saya dapat setelahnya, apa yang akan saya lakukan 5 tahun setelahnya, dan 10 tahun setelahnya, dan juga apa manfaatnya ilmu tersebut untuk saya dan lingkungan saya. Sebab para investor ingin tahu dengan jelas di sektor mana kita bisa memberi impact nantinya. Jangan malas untuk melakukan riset kecil-kecilan terlebih dahulu untuk menentukan tujuan kongkrit kita dan memastikan apakah tujuan kita sejalan dengan para investor.
Berpikiran terbuka.
Coba deh cek lagi, ada ngga temen-temen kita yang ngga keterima beasiswa trus mempertanyakan dengan marahnya kenapa dia ngga keterima dan menyalahkan pihak lain? Sebenernya kita sudah tau jawabannya, karena inilah contoh orang yang tidak berpikiran terbuka.
Merasa paling benar, merasa sudah cukup bagus, adalah salah satu contoh orang yang pikirannya tertutup. Orang yang pikirannya terbuka senantiasa sadar bahwa "diatas langit, masih ada langit". Nggak ada orang yang sempurna. Orang-orang ini akan selalu menjadi pribadi yang rendah hati (bukan rendah diri) dan berwawasan luas, siap menerima perubahan dan mudah beradaptasi. Siapa investor yang ngga tertarik model begini?
Orang yang berpikiran terbuka juga lebih mudah menerima perbedaan, nggak kolot, tidak mudah men-judge orang lain dan mudah bergaul. Dan skill ini nyatanya sangat penting apalagi kalo kita melanjutkan studi keluar negeri. Bayangkan kalo kita bersekolah di Amerika tapi pola pikir masih tertutup di Indonesia. Kelar lah! Ngga bakal kemana-mana kita.
Buat para investor, ngga sulit menilai pola pikir kita, karena ini akan mudah tercermin dari perilaku kita.
Berkarakter.
Kenapa di setiap seleksi selalu ada yang namanya menulis essay dan wawancara?
Selain bisa melihat pola pikir, cara tersebut adalah cara yang paling mudah untuk melihat karakter kita melalui point of view dan opini yang kita tuangkan tertulis maupun terucap.
Memiliki karakter adalah salah satu hal yang akan membedakan kita dengan orang-orang lain. Ini penting, salah satunya karena banyak orang yang tidak berkarakter cenderung mudah terbawa arus, yg mana buat para investor, ini berbahaya untuk uang mereka.
Karakter seperti apa yang dicari? Banyak. Yang jujur, yang punya integritas, tapi yang paling penting adalah menjadi karakter kita sendiri.
Selain bisa melihat pola pikir, cara tersebut adalah cara yang paling mudah untuk melihat karakter kita melalui point of view dan opini yang kita tuangkan tertulis maupun terucap.
Memiliki karakter adalah salah satu hal yang akan membedakan kita dengan orang-orang lain. Ini penting, salah satunya karena banyak orang yang tidak berkarakter cenderung mudah terbawa arus, yg mana buat para investor, ini berbahaya untuk uang mereka.
Karakter seperti apa yang dicari? Banyak. Yang jujur, yang punya integritas, tapi yang paling penting adalah menjadi karakter kita sendiri.
Labmates |
Memiliki kualitas pemimpin.
Menjadi pemimpin berarti dua hal: bisa memimpin dan bisa dipimpin.
Mimpin doang itu gampang. Tapi, untuk sebagian orang, "dipimpin" itu bukan suatu hal yang mudah. Dipimpin bukan hanya berarti menerima untuk diatur orang lain, tapi juga menempatkan diri sesuai porsinya.
Ini bisa kita amati ketika kita mengikuti leaderless group discussion (LGD). Mengikuti arahan pemimpin itu gampang, menjadi orang yang memimpin itu bisa dipelajari, tapi menempatkan diri pada posisi setara dengan orang lain tanpa ada yang mengatur (pimpinan) itu ternyata tidak mudah. Banyak orang yang terjebak ingin menjadi yang "paling menonjol" sehingga dia lupa dengan porsinya, terjebak ingin berada dalam posisi power, terjebak pada ekslusivisme idenya sendiri sehingga tidak menghargai pendapat orang lain, dan akhirnya mereka lupa bahwa komunikasi efektif dibutuhkan untuk mencapai sebuah konklusi dalam suatu diskusi. Coba liat lagi anggota DPR kalo lagi diskusi, ada ngga yang kayak begini? Pasti ada. Karena nyatanya ngga semua orang punya kualitas pemimpin.
Kenapa sih penting banget poin ini? Karena sebagai penerima beasiswa, investor berharap bahwa manusia-manusia yang sudah di invest ini bakal menjadi agen perubahan, menjadi leader menuju perubahan yang lebih baik, membawa angin baik. Ya kan?
Untungnya, kualitas pemimpin ini masih bisa dibina, bisa dipupuk, dan bisa dipelajari. Kalo kita punya kesempatan, cobalah untuk ikut event semacam leadership camp atau seminar kepemimpinan. Banyak teman-teman saya jebolan acara semacam ini yang akhirnya sukses sebagai pelajar lho. Nggak sedikit dari mereka yang kemudian menjadi pemimpin di perusahaan/lembaga bahkan mendirikan sendiri perusahaan/lembaga mereka. Keren ngga?
Kenapa sih penting banget poin ini? Karena sebagai penerima beasiswa, investor berharap bahwa manusia-manusia yang sudah di invest ini bakal menjadi agen perubahan, menjadi leader menuju perubahan yang lebih baik, membawa angin baik. Ya kan?
Untungnya, kualitas pemimpin ini masih bisa dibina, bisa dipupuk, dan bisa dipelajari. Kalo kita punya kesempatan, cobalah untuk ikut event semacam leadership camp atau seminar kepemimpinan. Banyak teman-teman saya jebolan acara semacam ini yang akhirnya sukses sebagai pelajar lho. Nggak sedikit dari mereka yang kemudian menjadi pemimpin di perusahaan/lembaga bahkan mendirikan sendiri perusahaan/lembaga mereka. Keren ngga?
Kira-kira seperti itulah karakter yg saya amati dari temen-temen saya sesama penerima beasiswa yang sudah lebih dulu sukses. Nggak bermaksud menggurui, saya hanya menyampaikan gambaran menurut pandangan saya. Hasil kontemplasi saya setelah berulang kali gagal. Saya sendiri masih struggling kok. You are not alone there.
Yang jelas, sebelum melangkah ke karakter ini, pastikan dulu kita punya substansi yang cukup. Kecerdasan intelektual sekarang tidak melulu jadi syarat (walaupun kecerdasan intelektual jelas bisa membantumu membuka lebih banyak pintu dan peluang). Karena prestasi juga punya nilai yang tinggi. Ngga masalah IPKmu sederhana (asal ngga jongkok) kalo kamu bisa punya prestasi ngga melulu di kancah nasional atau internasional, di sekitar lingkungan kita pun sudah punya nilai yang cukup.
Yang terakhir, segala sesuatu yang kita alami ini sudah diatur oleh Yang Maha Kuasa, jadi, jangan lupa selalu berdoa. Setiap kali gagal, atau sukses, selalu ucapkan syukur. Bila kita senantiasa bersyukur, maka kita akan selalu dilimpahi oleh nikmat, yang kita sadari maupun yang tidak.
Yuk tetap bersemangat raih cita-citamu!
0 Komentar