Menemukan Kebahagiaan di Tengah Kegagalan: Bisakah?

Sejak mengenal mas suami, saya pelan-pelan mulai belajar kembali mengenal diri saya sendiri, termasuk mengidentifikasi apa arti bahagia untuk saya. Tapi tidak jarang saya merasa kehilangan rasa bahagia itu, terutama ketika mengalami kegagalan. Bagaimana bisa kita menemukan kebahagiaan di tengah kegagalan?

Gimana bisa bahagia kalau pas melihat kegagalan? Ya emang ngga bisa langsung happy pastinya. Tapi ada beberapa langkah yang bisa kita lakukan untuk segera move on dari kegagalan dan kembali menemukan kebahagiaan kita, biar semangat untuk bangkit lagi.

Ide yang sama ternyata juga disarankan oleh teman-teman saya yang super-super. Jadi apa saja kiat-kiat move on dari kegagalan dan menemukan kebahagiaan?

 Make time to mourn

Yang namanya gagal, pasti sedih, pasti kecewa, pasti ngga happy. Jadi, ya jangan paksa diri kita harus langsung bahagia, langsung bangkit, ya belum tentu bisa.

Ambillah waktu untuk menenangkan diri, kalau saya biasanya tidur atau goler-goler.  Ada juga yang makan es krim sambil menangos dulu, ada yang menyendiri dulu. Mau bersenang-senang keluar, juga boleh kalau memang coping mechanism kita begitu (tapi kalau saya pribadi biasanya ngga bisa langsung bersenang-senang).


Ada baiknya waktu kita untuk mourning itu sekalian dimanfaatkan untuk kembali mengingat Tuhan, kembali mengingat bahwa Tuhan punya rencana lebih baik. Dengan banyak bersyukur juga bisa membantu kita lebih tenang. 

Intinya, kalau kata temen saya: memaklumi diri sendiri bahwa kita memang bukan manusia sempurna, dan kegagalan itu adalah hal yang biasa.

Saya dulu pernah gagal ketika ujian masuk kuliah. Sayangnya saya ngga pernah mencoba make time to mourn. Dengan sok gagahnya saya menjalani hari-hari saya seolah kegagalan itu ngga ada. Yang terjadi? Saya malah stres dan sakit-sakitan. 

Rasanya kita memang tidak akan bisa menemukan kebahagiaan ketika kita masih belum bisa meng-acknowledge perasaan sedih kita. So, make your time. Ngga perlu lama-lama, yang penting cukup untuk membuat ego sedihmu diakui.

Start reviewing

Tentu kita ngga ingin kegagalan itu berulang. Tentu kita ingin menemukan kebahagiaan setelahnya. Jadi, mulailah mengecek kembali, what went wrong?

Seperti yang disampaikan beberapa teman saya, kegagalan akan mengajarkan kita sesuatu. Tapi memang sebagai manusia kita ngga selalu bisa "menyadari". Di saat tersebut, kita bisa minta bantuan orang yang kita percayai untuk membantu proses review kita ini. Caranya? Sharing, counseling, dan semacamnya. Jangan pernah takut untuk meminta pertolongan orang lain kalau memang kita tidak bisa.

Kalo mentok ngga bisa minta bantuan orang lain, salah satu teman saya menyarankan untuk: menulis diari atau jurnaling. In my case, kadang saya gunakan platform sosmed atau bahkan blog ini untuk jurnaling, jadi mirip curhat tapi tertulis gitu. And it helps!

Move on. Find your happiness!

Kalau sudah cukup mourning atau berduka, sudah cukup tahu kesalahan sebelumnya apa, tinggal melangkah maju ke depan. Kalau saran teman saya, langsung fokus pada hal lain atau solusi. 

Lalu dimana bagian kebahagiaannya?
Well, kalau kita ngga move on, kita ngga akan bisa melihat kebahagiaan itu.

Masa-masa kuliah merantau dulu adalah masa-masa terkelam menurut pengalaman saya. Selain melabeli diri saya sebagai "sebuah kegagalan", saya benar-benar ngga bisa melihat kebahagiaan disitu. Ujung-ujungnya saya sering sakit-sakitan waktu semester 1-2.

Tapi setelah akhirnya menerima kegagalan, me-review kembali, dan akhirnya bisa move-on, barulah akhirnya saya menemukan apa itu kebahagiaan untuk saya kala itu. Karena blog ini sudah ada sejak jaman kelam itu, kalo diobok-obok masih ada itu posting alay-alay di "masa bahagia itu". Hehehe

Gapapa. Semua orang pernah alay kok. Mau alay terus juga boleh. Hahaha


Kira-kira gitu gaes, sekilas curhatan saya yang baru saja gagal lagi di sebuah peluang. Terasa agak menohok memang diusia yang sudah tidak muda lagi. Tapi ya emang kegagalan ada dimana-mana, jadi lebih bijaksana untuk belajar me-manage itu.

Bagaimana dengan teman-teman?


Posting Komentar

0 Komentar