Petualangan Menjadi Dewasa: Sebuah curhat

Dulu saya pikir bertambah usia artinya sudah dewasa. Karena sudah kepala tiga ya berarti otomatis saya sudah dewasa donk. Ternyata menjadi dewasa itu ngga otomatis, tapi seperti sebuah petualangan panjang yang disitu banyak halangan dan rintangan.

menjadi dewasa


Menjadi dewasa: lebih banyak berkorban

Kalau dulu saya berpikir, "makin dewasa akan semakin banyak pencapaian saya,"
Kenyataannya, semakin dewasa justru semakin banyak hal-hal yang harus saya korbankan demi apa yang menjadi prioritas. 

Selain banyak berkorban, juga banyak legowo. Mungkin dahulu kita melihat tindakan berkorban dan legowo seperti hal yang lemah, ngga prinsipil, dan buruk, tapi sebenernya berkorban dan legowo ini hal yang sangat sulit. Ketika kita bisa menguasai ilmu berkorban dan legowo, artinya kita semakin berkembang, semakin dewasa.

Karena realistis aja sih, ngga semua yang kita inginkan bisa tergapai. Yang terpenting sekarang adalah bagaimana menjaga hal-hal yang memang menjadi prioritas kita. Benar begitu?

"The real battle is within you"

Kalo dulu saya punya banyak saingan dan sangat bersemangat untuk bersaing dengan orang lain. Rasanya dipenuhi rasa semangat ingin membuktikan diri ke dunia. Mungkin usia muda memang saatnya mencari pengakuan.

Sekarang? Lebih ingin berdamai dengan diri sendiri. Lebih ingin mengenal diri sendiri, supaya lebih nyaman in my own skin. Lebih banyak bergulat dengan kesalahan diri sendiri, trauma masa lalu, inner child. Sekarang sih prinsipnya, buat apa diakui dunia kalau diri sendiri ngga bisa mengakui.

Salah satu hal yang saya kagumi dari suami saya adalah petualangannya berdamai dengan diri sendiri. Kemampuannya untuk berdamai dengan inner childnya itu membuat suami ini jadi sosok yang dewasa di mata saya. Sekarang, saatnya saya juga untuk bisa menjadi "dewasa".

Semakin dewasa kita akan semakin sadar bahwa kita ngga butuh pengakuan dunia. 

Menjadi dewasa: tentang pilihan dan tanggungjawab

Ini adalah poin yang terasa banget menurut saya. Selama ini saya hidup "manut" (baca: ngikut) kata orang tua. Bukan menyalahkan "manut"nya, tapi saya jadi kelewatan untuk belajar tentang sense of responsibility ketika saya MEMILIH untuk "manut" saja. 

Sebenernya manut itu juga suatu pilihan, tapi saya lalai tidak melihat opsi yang lainnya. Akhirnya, saya merasa seperti "terpaksa manut orang tua". Ketika saya gagal, saya kehilangan arah, saya malah  mengalihkan rasa tanggungjawab itu menjadi rasa "ingin menyalahkan orang lain". 

Rasa tanggungjawab terhadap pilihan pertama kali saya rasakan ketika memilih untuk melanjutkan studi ke Jepang. Pilihan yang saya buat sendiri yang (sedikit) bertolak belakang dengan harapan orang tua. 

Bagaimana rasanya?
Nyaman sekali memilih keinginan sendiri. Kalau pas hepi rasanya bener-bener hepi. Kalau pas sedih, ngga ada rasa ingin menyalahkan. Malah lebih ikhlas dan menerima. Hasilnya? Malah jadi banyak pelajaran yang didapat dari setiap tragedi dalam pilihan itu.



Simpan emosi, simpan energi

Ini yang masih menjadi PR panjang dalam petualangan menjadi dewasa saya. Masih sering emosian ngga jelas apalagi sama suami. Beruntung suami sangat dewasa, jadi ngga emosian. Sekarang, sedikit demi sedikit saya mulai menemukan cara untuk menyalurkan emosi. 

Kalau dulu suka ngambek berhari-hari, sekarang saya lebih tenang dan ngga meledak-ledak. Hasilnya? Saya bisa melihat segala macem problem dengan lebih jelas. Bisa melihat titik permasalahannya dengan jelas dan solusinya. Kadang bisa muncul sudut pandang baru. Bisa melihat hikmahnya. Energi bisa dialihkan untuk hal-hal yang lebih bermanfaat bagi diri sendiri atau orang lain.

Bagaimana cara saya mengendapkan emosi? Well, you are seeing one.
Saya menemukan bahwa menulis, membuat video, membuat konten, membantu saya meredakan emosi, menyalurkan emosi, sekaligus menenangkan diri. Tiap orang punya caranya sendiri-sendiri. Dan saya cukup senang menemukan bahwa cara-cara ini berhasil untuk saya.

Mungkin sudah saatnya kita menemukan teknik coping emosi kita masing-masing. Untuk menjadi lebih dewasa.

Petualangan menjadi dewasa ngga selalu diisi hal-hal yang menyedihkan kok. Ada juga hal-hal inspirasional dan hal-hal yang pantas membuat kita berbangga.

Bagaimana dengan petualangan teman-teman?

Posting Komentar

0 Komentar