Sweet Home: Series Netflix dari Korea yang Familiar buat Fans Film Jepang (seperti saya)



Bulan Desember, Netflix mengeluarkan beberapa original series yang langsung menjadi hits. Dua diantara series Netflix yang menarik perhatian saya adalah Sweet Home (Korea) dan Alice in Borderland (Jepang). Berulangkali dua judul series ini nongol di instagram dan bahkan di blog ketika sedang blogwalking. Karena saya lebih suka drama Jepang yang simpel, apalagi saya bukan penggemar drama/film Korea, series yang saya pilih untuk ditonton pertama jelas adalah Alice in Borderland. But, series yang justru segera saya tamatkan adalah Sweet Home. Ada sesuatu yang menarik buat penggemar Jepang seperti saya dalam series Sweet Home yang akhirnya bikin saya lebih betah nontonnya. Apakah itu? Yuk kita lihat.

WARNING: MILD SPOILER ALERT 
(Review ini dibuat berdasar seriesnya, bukan dari webtoon-nya)

Lugas sejak awal

Meskipun series Korea, tapi Sweet Home memiliki jumlah episode yang pendek, hanya 10 episode. Karena episode yang singkat, tiap episodenya lugas dan ngga bertele-tele, berbeda dari kebanyakan drama Korea dan jadi mirip sama drama Jepang yang biasanya sekitar 10-11 episode saja. Bahkan di episode pertama sudah disuguhkan dengan adegan yang gore abis. Maksud dari seriesnya sendiri sudah disampaikan diawal: surviving the mistery in the building full of monsters. Apalagi diakhir episode 1 kita disuguhkan kenyataan bahwa si tokoh utama ternyata terinfeksi dan membuat kita jadi ingin tahu, selanjutnya apa. Karena saya belum baca webtoon-nya, ending yang disuguhkan di episode pertama jadi pingin bikin lanjut. 

Desain monster yang familiar

Kalo fans film Jepang, pasti tahu dong film yang juga diangkat dari manga berjudul I Am Hero? Baik Sweet Home dan I am Hero memiliki konsep monster yang hampir sama. Di kedua film tersebut, manusia terjebak dalam bentuk monster dengan membawa desire atau keinginan terpendam mereka (Sweet Home) atau membawa rutinitas mereka (I am Hero). Misalnya kalo di Sweet Home, pak Kim Suk-Hyun (yang punya supermarket) berubah jadi monster gondrong (karena dia aslinya rada botak tapi pake wig), pak Han Du-Sik jadi punya kaki (sebelumnya lumpuh), si tetangganya Hyun-su yang kelaparan ketika dalam bentuk monster pun tetap terobsesi sama laparnya, monster yang larinya cepet banget yang menurut webtoon-nya monster itu dulunya seorang pelari. Di I am Hero pun sama. Salah satu monster paling memorable di I am Hero adalah si monster yang dulunya seorang atlet lompat tinggi, jadi dia suka lompat-lompat sendiri meskipun sudah jadi monster (dan kepalanya penyok), monster salary-man yang terus-terusan manggil. Bedanya, kalau di I am Hero penularannya lewat gigitan kayak zombie, sementara di Sweet Home kita masih belum tahu sepenuhnya. 

Atas: Jumping Zombie (ZQN) dari film I am Hero. Dulunya atlit lompat tinggi
Bawah: Speed Monster dari film Sweet Home. Dulunya atlit lari.


Tokoh utama yang familiar 

Dalam Sweet Home, Hyun-su bisa dibilang half-demon, karena dia bisa berbentuk manusia, tapi juga bisa memiliki "fasilitas"-nya monster seperti kemampuan regenerasi, kekuatan, dan sebagainya. Konsep ini mirip dengan karakter Hiromi di I am Hero, karena gigitan yang didapat Hiromi berasal dari bayi, dia mendapat kekuatan ala monster tanpa merubahnya menjadi monser seutuhnya. Meskipun pada kasus Hiromi dia sudah hampir kehilangan kesadarannya sebagai manusia. Buat saya, konsep half-demon gini sangat menarik, pasti ada twist-nya. 

Atas: Hiromi (I am Hero) yang sudah terinfeksi tapi masih berbentuk setengah manusia
Bawah: Hyun-su (Sweet Home) yang bermata monster tapi berwujud manusia


Di sisi lain, saya merasa bahwa tokoh Hyun-su ini somehow mirip sama Arisu dari Alice in Borderland. Keduanya sama-sama masih muda dan mengurung diri. Apalagi di episode pertama keduanya menggambarkan Hyun-su yang menutup diri dan ngegame terus serta Arisu yang juga menutup hatinya dan ngegame terus. Dan sebenernya, muka keduanya mirip gak sih?? Hehehe ^^;

Atas: Arisu dalam Alice in Borderland
Bawah: Cha Hyun-su dalam Sweet Home
vibe-nya sama nggak seeeeh?


Penampakan monster si tokoh utama yang familiar

Sebenernya saya sangat suka tiap kali Hyun-Su berubah jadi monster, karena matanya menghitam dan senyumnya yang lebar itu creepy abis. Setelah dipikir-pikir lagi, ternyata saya merasa familiar dengan model monster yang begitu. Misalnya di Tokyo Ghoul, dimana demon digambarkan matanya item dengan senyum lebar yang creepy abis. Well, emang umum banget sih konsep demon yang kayak gitu. And, I LIKE IT!

Atas: Cha Hyun-su dalam bentu monster-nya
Bawah: Kaneki Ken dalam Tokyo Ghoul dalam bentuk separuh monster-nya
Creepy but I like this kind of design!

Karakter tiap tokoh dan background story mereka

Tiap-tiap karakter di series ini punya background yang menarik yang membentuk karakter itu sendiri. Dan tiap tokoh karakternya berbeda-beda dan stand out. Salah satu favorit saya adalah si Pyeon Sang-wook yang kelihatan berbahaya dan sangar dengan gaya gangsternya, tapi ternyata berhati Hello Kitty (well, not exactly like 'that'). Karakter (dan gaya berpakaian ala gangsternya) mengingatkan saya dengan tokoh Kazuma Kiryu dari game dan film Ryu ga Gotoku yang sangar dengan pakaian gangsternya, tapi lembut sama anak-anak. Pyeon Sang-wook ini salah satu yang bikin saya ingin menerka-nerka selanjutnya apa. Karena Pyeon Sang-wook ini sudah setrong banget, kegigit pula, tapi ngga jadi monster, tapi dia menyekap orang di kamarnya, terus dia serem, tapi dia kok baik sama si Lee Eun-yu dan ngga jahat sama warga yang lain, kan jadi makin bikin penasaran kan?

Atas: Kazuma Kiryu dari Ryu ga Gotoku (Yakuza) yang sangar tapi berhati lembut
Bawah: Pyeon Sang-wook yang kukira jahat/monster tapi sebenernya baik hatinya

Salah satu yang bikin saya bertahan nonton adalah saya pingin tahu background story dari Cha Hyun-su, kenapa anak ganteng begitu (ceritanya doi ganteng kan ya?) bisa jadi korban bully dan akhirnya jadi suicidal. Dan pembuat filmnya cerdas karena meletakkan kisah Hyun-su ini di episode belakang, sehingga orang-orang kayak saya jadi nonton terus deh.

Oiya, satu lagi yang bikin saya gemes, Jung Jae-heon (Kim Nam-hee) mirip sama Hoshino Gen pas di Nige wa Haji da ga Yaku ni Tatsu nggak seeeh??? 

Atas: Hoshino Gen
Bawah: Jung Jae-heon (Sweet Home)
Plis jangan bilang mata saya rabun yak hehehe. Kalo ada yang tau dua orang ini, plis kasih komen donk!

Tema zombie ala Korea yang makin hits

Entah kapan terakhir kali Jepang bikin film genre zombie yang oke. I am Hero adalah yang terakhir saya tonton. Sementara di Korea ada Train to Busan, sequelnya, Kingdom, Alive dan lainnya yang makin lama makin seru. Lama-lama Korea jadi kiblat film zombie nih. Yang itu bikin makin penasaran, manuver zombie seperti apa lagi yang bakal di sajikan oleh Korea Selatan?


Nah, itu tadi beberapa poin yang membuat saya merasa familiar dan merasa tertarik untuk terus dan terus mengikuti series ini yang ternyata menurut saya lebih menarik daripada Alice in Borderland. Tapi, ada beberapa kekurangan juga dari series ini yang membuat saya agak "meh"
  1. CGI-nya kurang smooth. To me, Alice in Borderland is better
  2. Plot jumping? Buat saya yang ngga baca komiknya, rasanya plotnya sedikit jumping. Atau mungkin terlampau cepat? Mungkin karena mempersingkat episode juga, jadi ada hal-hal kecil nan penting yang terlewat. Kesan bahwa mereka sudah melewatkan waktu yang lama bersama juga kurang kerasa. Saya banyak melewati beberapa detail sehingga beberapa kali harus mengulang scene supaya dapet feel-nya. Ada beberapa bagian yang menurut saya perlu di emphasize biar dapet emosinya.
  3. Anti klimaks. Entah ini perasaan aja, tapi sejak kematian Jung Jae-heon, emosinya jadi anti klimaks. Kehadiran "teman baru" sejenis Hyun-su kurang nendang. Gejolak yang dialami Hyun-su ketika harus memilih hidup sebagai monster atau bersama warga yang lain juga kurang dapet. Ngga tau apakah ini karena directing yang kurang oke atau simply si pemeran Hyun-su kurang bisa deliver emosinya. 
Buat para penggemar film/drama Jepang, gimana menurut kalian??

Posting Komentar

0 Komentar