Orang Jepang, Judi, dan Fukubukuro (kantong keberuntungan)



Sebelumnya, saya ingin mengucapkan: Selamat tahun baru 2021!
Buat saya pribadi, ngga apa kalo ngga punya resolusi atau resolusi tahun lalu ngga tercapai, lebih penting buat fokus, kerja keras dan konsisten dengan apa yang sudah kita mulai tahun lalu. Betul begitu?

Sebelum melanjutkan seri Wedding DIY, kali ini saya ingin berbagi celotehan ringan seputar tahun baru di Jepang. Kalo suka baca komik macem Kariage-kun, Kobo-chan, atau Crayon Shinchan, pasti familiar sama yang namanya Fukubukuro, alias kantong keberuntungan. Kantong belanjaan yang dijual hanya di momen tahun baru dengan harga yang sama, lumayan mahal, tapi konon katanya isinya worth more than the bag price. Fukubukuro ini menjadi idola diantara beberapa orang Jepang, sampai-sampai mereka rela mengantri panjang pagi-pagi demi mendapatkan kantong ini. Kenapa sampai sebegitunya ya?

Dahulu, sebelum berangkat ke Jepang, seorang teman pernah bilang ke saya, "Orang Jepang tu hobby banget judi ya". Awalnya saya anggap itu hanya opini biasa, karena teman saya baru saja ketemu dengan kolega yang berdarah separuh Jepang, yang kebetulan suaminya si kolega ini punya kegemaran pergi ke pachinko, sebuah mesin judi ternama di Jepang. Tapi, setelah lama di Jepang, saya makin sadar, ternyata berjudi itu seperti budaya di Jepang.

Budaya Judi di Jepang

Pachinko 



Jadi, judi di Jepang itu bentuknya macam-macam bukan hanya pachinko, tapi memang yang paling besar adalah pachinko. Kalo kita jalan-jalan di tengah kota, pasti gampang menemukan yang namanya pachinko parlor. Biasanya banyak juga di dekat stasiun-stasiun kereta, di pusat belanja, dan didekat area industri. Kalo kita lagi berkendara naik mobil, terus lihat ada gedung besar mewah seperti mall dari atas jalan tol atau highway, hampir pasti itu adalah pachinko parlor. Uniknya lagi, kalau kita pergi ke pelosok, ke daerah pedesaan, dan disana kita menemukan gedung mewah besar dengan tempat parkir bertingkat, hampir pasti itu bukan shopping mall, tapi pachinko parlor. Ya, buat masyarakat di pedesaan pun, ngga punya mall ngga apa, yang penting mereka bisa menikmati pachinko.

Emangnya siapa sih yang ke pachinko? Awalnya saya pikir itu cuma hobby-nya om om dan bapak-bapak. Karena identik dengan dunia malam, saya pikir pachinko itu tempatnya para gangster. Ternyata saya salah! Ibu-ibu paruh baya pun ada juga yang suka main pachinko untuk "menghabiskan waktu". Ibu rumah tangga yang sedang "nganggur" pun ada lho yang suka main ke pachinko. Kalo awalnya saya berpikir, "oh, mungkin hanya generasi tua ya," ternyata itu pun salah! Salah seorang sahabat suami yang jadi sahabat saya juga dulunya adalah seorang pecandu pachinko. Bahkan dulu sahabat kami itu pernah membuat algoritma yang bisa memprediksi kemenangan di pachinko, sehingga dulu sewaktu dia di bangku kuliah, dia seringkali menang di pachinko, sampai kecanduan! Untungnya sekarang orangnya sudah tobat dan mengalihkan kemampuannya untuk membuat software yang lebih bermanfaat. Berapa usianya? Bukan paruh baya!

"Ah itu cuma sebagian orang Jepang aja sih, sebagian yang lain ngga ke pachinko kan?"
Betul, ngga ke pachinko. Tapi ternyata ada bentuk judi yang lain, seperti lotere atau yang kerap dikenal sebagai "Takarakuji"

Lotere/Takarakuji



Kios yang menjual lotere ini juga ada dimana-mana. Di pusat keramaian, seperti di pusat perbelanjaan, di dekat stasiun, atau di sekitar shopping mall. Loterenya pun ada berbagai "merk". Tiap Merk nominal hadiahnya berbeda, periode penjualan tiket lotere dan periode pengumuman pemenangnya pun berbeda-beda. Bahkan lotere pun ada iklan-nya di TV, di majalah, di koran, di kereta, dan tempat-tempat umum lainnya. Yap, karena lotere adalah hal yang biasa. Salah satu lotere yang paling umum, paling biasa dan paling ditunggu-tunggu adalah lotere akhir tahun yang pemenangnya diumumkan saat tahun baru! Lotere yang ini ngga tanggung-tanggung, total hadiahnya mencapai 700.000.000¥ (~IDR 96M)!

Kalo pachinko hanya diminati oleh kalangan tertentu, takarakuji ini lebih umum lagi peminatnya. Mulai dari anak muda, usia kuliahan, ibu rumah tangga, pekerja kantoran, sampe ke eyang-eyang juga lho (bahkan iklannya di TV menggunakan aktor berusia muda)! Ya, termasuk nenek, kakek, dan om-nya suami. Membeli lotere adalah hal yang dianggap "biasa", "sudah biasa dilakukan tiap tahun", jadi semacam tradisi. Uang yang dihabiskan masing-masing orang untuk membeli lotere ini juga berbeda-beda. Meskipun harga tiket loterenya hanya 300¥ saja (~IDR 40rb), tapi sebagian orang menghabiskan uang paling nggak 3000-9000¥ (IDR 400rb-1,2 juta) untuk membeli lotere ini. Padahal, peluang menangnya sangat kecil!

Fukubukuro



Hal ini kemudian membuat saya kepikiran soal Fukubukuro alias kantong keberuntungan ini. Tidakkah ini sebenernya sebuah bentuk dari tradisi judi mereka? Well, ngga exactly judi sih, tapi membeli sesuatu dengan fixed price padahal kita ngga tahu bakal dapet apa, agak-agak mirip judi ya jadinya? Banyak orang percaya bahwa kalau kita beruntung, kita bisa mendapat barang yang harganya lebih tinggi dari harga si kantong. Kenyataannya, memang ada kantong yang seperti itu, tapi, peluang untuk mendapatkannya juga kecil, sama seperti beli lotere dan pachinko. Yang ngga disadari orang-orang adalah sebagian besar dari kantong-kantong itu memiliki nilai yang lebih kecil daripada uang yang dikeluarkan

Bukan harganya lebih murah, tapi nilainya lebih kecil daripada seharusnya.
Misalnya, item fashion yang sudah last season, secara harga, memang benar baju-baju tersebut harganya lebih mahal dari pada harga kantongnya, tapi nilainya sudah tidak semahal itu karena mereka barang last season. Elektronik pun demikian. Misalnya ada yang dapat kipas angin, padahal tahun baru kan musim dingin, jadi value dari si kipas angin ini berkurang, karena biasanya item musim panas harganya akan jauh lebih murah di musim dingin dan sebaliknya. Item makeup dan skin care juga biasanya demikian. Memang ada yang bener-bener valuable, tapi jumlahnya sangat sedikit. Lebih sedikit dari kantong-kantong yang beredar. 

Saya kepikiran, ketimbang membeli kantong yang isinya ngga pasti, bukankah lebih enak menggunakan uang tersebut untuk beli barang yang sudah pasti dan memang kita butuhkan secara langsung? Sama juga halnya ketika kita membeli mainan kapsul atau gacha-gacha, tidak kah kita juga mengandalkan keberuntungan? Saya pun termasuk yang sempat ketagihan dengan mainan cilik ala gacha-gacha ini (bahkan saya punya galeri pribadi di instagram!). Siapa yang main gacha-gacha, coba? Dari anak kecil sampe dewasa lho!

Kemudian, saya jadi penasaran, kenapa orang Jepang suka sekali istilahnya "berjudi". Menurut nenek dari suami saya, meskipun beliau tahu peluang memenangkan lotere itu sangat amat kecil, tapi beliau tetap membeli lotere, karena beliau ingin memiliki perasaan "ah, siapa tau saya beruntung". Sama halnya ketika saya nonton sebuah acara yang mewawancarai salah seorang laki-laki yang juga "Fukubukuro hunter" di Jepang. Menurut dia, perasaan "menjadi orang yang beruntung" adalah salah satu motivasi orang tersebut mengejar fukubukuro. Nampaknya, perasaan "ingin menjadi orang-orang yang beruntung" adalah biangnya.




Hal ini kemudian mengingatkan saya terhadap ramalan yang biasa dibeli oleh masyarakat Jepang di kuil-kuil. Pantas saja mereka suka membeli ramalan di kuil, menggantungkan ramalan yang jelek dan membawa pulang ramalan yang beruntung. Basically, manusia memang ingin sekali menjadi orang yang beruntung yak!

Bagaimana menurutmu?

Posting Komentar

0 Komentar