Okaay!
Saatnya kembali menyelesaikan seri Wedding DIY kali ini!
Setelah sebelumnya membahas soal persyaratan, menerima kenyataan sekaligus menyiapkan pernikahan semi-virtual, sekarang saya mau napak tilas sambil sedikit curcol dan berbagi pengalaman tentang tantangan dan kesulitan yang saya hadapi dalam merencanakan Akad Nikah di Jepang. Banyak sekali tantangan, ujian, dan cobaan yang saya hadapi dalam membuat akad nikah, kenapa? Karena orang Jepang NGGAK PAKE AKAD NIKAH SEGALA kalo mau nikah. Yang artinya, persiapan untuk akad nikah harus saya siapkan sendiri.
Dalam hati sebenernya ini seperti peribahasa "gayung bersambut". Saya yang dulu kepingin membuat pernikahan sendiri sekarang beneran harus berjibaku membuatnya sendiri. Beruntungnya saya, ternyata kondisi pandemi membawa keuntungan, karena acara akad nikah jadi sangat-sangat simpel dan sangat amat visibel untuk dikerjakan sendiri. Awalnya mau sok-sokan bikin wedding planner, tapi karena timeline yang sangat mepet (persiapan menuju akad nikah yang hanya ~20 hari), dan acara akad nikah yang super ringkes tanpa tamu dan tanpa acara jamuan makan, akhirnya saya ngga pake wedding planner atau wedding diary, cukup bermodalkan daftar keperluan, skala prioritas dan buku monthly planner. Yang ternyata modal ini sangat cukup untuk mewujudkan sendiri akad nikah sederhana ala saya!
Daftar Keperluan dan Skala Prioritas
Setelah menentukan konsep akad nikah virtual dengan 10 orang partisipan tanpa jamuan makan, langkah selanjutnya adalah menentukan keperluan akad nikah. Setelah berdiskusi dengan suami, ternyata keperluan akad nikah kami cukup simpel, dan dari situ kami membuat skala prioritas, dari hal-hal yang paling penting, yang "wajib ada" sampe ke hal-hal yang relatif bisa digantikan.
Berdasarkan skala prioritas ini, dalam waktu sekitar 20 hari saya harus bisa memecahkan masalah nomer 1 hingga nomer 12. Perencanaan tersebut kemudian saya tuangkan dalam sebuah monthly planner.
Penghulu, saksi, perangkat online dan mahar adalah hal-hal yang harus ada, karena tanpa hal tersebut akad tidak mungkin berjalan. Selanjutnya undangan, baju pengantin dan cincin kawin adalah hal yang paling ribet dan butuh waktu lama, sehingga harus diselesaikan di awal. Sementara make-up, souvenir, transport/akomodasi, dekorasi dan dokumentasi sifatnya hanya ke belanja-belanja aja, jadi relatif bisa dikerjakan nanti-nanti. Walaupun dalam pelaksanaannya, ternyata sempet banyak kendala (karena beda kultur dan beda tradisi). Yang mana paling menantang dan gimana mengatasinya? Simak yuk
Penghulu dan Saksi
Penghulu adalah hal pertama yang tersulit untuk di wujudkan. Karena mana ada orang Jepang nikah pake penghulu? Bahkan di KJRI Osaka, sebagai perwakilan terdekat dari tempat tinggal saya, fasilitas ini tidak ada. Saya merasa sangat beruntung disini karena ternyata KBRI Tokyo dapat memfasilitasi masalah ini dengan mengikuti prosedur yang ada. Setelah menyelesaikan prosedur menikah, mendaftarkan akad nikah, dan menyepakati tanggal dengan penghulu, akhirnya bagian penghulu tidak lagi menjadi masalah.
Untuk masalah saksi, tantangannya adalah fakta bahwa membawa saksi dari Kobe tidak visibel, karena kondisi pandemi yang cukup mengkhawatirkan. Perjalanan Kobe-Tokyo-Kobe juga cukup jauh sehingga cukup riskan. Akhirnya saya meminta tolong beberapa teman yang memang tinggal di area Tokyo. Beruntung teman-teman tersebut bersedia membantu. Masalah nomer 1-2 pun terselesaikan!
Perangkat online
Setelah browsing ke berbagai website, akhirnya saya menjatuhkan pilihan ke berbagai software untuk mendukung pernikahan virtual. Ngga sulit sih bagian ini. Tapi memang harus diprioritaskan dan segera diputuskan karena berpengaruh dengan undangan yang juga harus segera dikirimkan. Untuk alat-alat, beruntung handphone, laptop dan portable wi-fi (special thanks to my former labmate) juga tidak sulit mendapatkannya jadi tidak khawatir.
Mahar
Nah, sampai sini mulai ada tantangannya. Impian saya adalah memiliki emas batangan sebagai mahar pernikahan. Sayangnya, membawa emas pulang ke Indonesia berpotensi menimbulkan masalah pajak yang itu jumlahnya tidak sedikit. Untuk menghindari hal tersebut, akhirnya saya memilih untuk mengubah jenis maharnya menjadi lebih simpel lagi: uang. Inget, harus bisa kompromi.
Tantangan berikutnya adalah tidak adanya kotak mahar cantik. Kalau di Indonesia kita tinggal pesan atau beli, pilihannya ada banyak dan cakep-cakep. Disini? Yap, harus merangkai sendiri. Dengan bermodalkan Google, Pinterest, dan Youtube, pertama saya cari-cari desain kotak mahar yang praktis. Awalnya saya ingin kotak kaca dengan sudut-sudut berwarna emas, kayak yang lagi tren belakangan ini, namun karena takut pecah dalam perjalanan, akhirnya saya ganti desainnya. Pokoknya simpel anti ribet (biat ngga makan banyak tempat di koper), praktis bikinnya, dan ngga mahal. Setelah dapat desain yang diinginkan, baru mulai belanja mencari bahan.
Bahan-bahannya dari mana? Disinilah saya menemukan manfaat yang luar biasa dari toko barang 100 yen seperti Daiso, Seria, atau Can Do! Terutama Daiso dan Seria, kedua toko 100 yen ini memberikan banyak "amunisi" pernak-pernik untuk membuat kerajinan tangan yang oke punya! Pilihannya sangat banyak dan menarik! Bener-bener godaan banget deh kalo udah belanja ke toko 100 yen ini, terutama ke bagian craft atau DIY. Penting sekali untuk kita punya desain utama dan rencana belanja sebelum belanja ke toko 100 yen ini. Kenapa? Karena sangat amat mudah untuk kita kalap di toko 100 yen ini dan ended up beli barang yang ngga cocok sama desain awal kita atau beli dalam jumlah yang kelewat banyak. Pengalaman saya, belanja di toko 100 yen hampir menghabiskan 2500 yen (~IDR330rb), padahal setelah dirangkai, banyak barang yang ternyata ngga butuh, atau belinya kebanyakan. Bahkan bisa buat bikin banyak craft. Jadi, saran saya, harus punya desain jelas dan jangan kalap hehehe.
Undangan
Ini sebenernya sama sekali ngga sulit bikinnya. Yang menantang adalah membagikan dan menjaga agar jumlahnya tidak melebihi batas kemampuan, 100 partisipan online. Jadi, undangan saya bagikan dengan skala prioritas juga. Tantanganya adalah mengestimasi partisipasi anggota keluarga yang senior. Karena undangan, apalagi menyaksikan pernikahan secara virtual ngga mudah buat mereka. Yang jelas, masalah undangan ini saya jadikan prioritas ke 5 yang harus segera diselesaikan. Kenapa? Karena yang namanya undangan kan harus dikirimkan segera, supaya bisa segera direspon. Ngga mungkin juga kita minta waktu dari pada undangan untuk menyaksikan acara kita, tapi kita mintanya mepet-mepet. Jadi baiknya disegerakan urusannya. Beres.
Baju Pengantin
Kita masuk tantangan bagian pertama. Untuk baju pengantin laki-laki, relatif lebih mudah. Pake jas aja sudah beres. Dan jas bukan barang yang sulit dicari di Jepang. Tapi Kebaya?? Dimana saya bisa menemukan kebaya untuk akad nikah di Jepang??? Mana ada persewaan kebaya akad nikah??
![]() |
Foto-foto pas fitting. Satu-satunya fitting yang kami lakukan. Seminggu sebelum. |
Saya kebetulan sedang tidak punya kebaya pribadi di Jepang (karena banyak barang saya yang sudah saya kirim kembali ke Indonesia dan memang sudah ngga pernah bikin kebaya sejak 3 tahun yang lalu). Sempat terpikirkan untuk pinjam, tapi ternyata juga sulit, karena pasti ukurannya tidak pas dan modelnya belom tentu cocok untuk akad nikah impian kita. Kemudian, saya kepikiran untuk menjahit sendiri. Kebetulan saya suka menjahit dan memang pernah belajar menjahit. Saya sudah pernah membuat atasan/kebaya modern untuk menghadiri pernikahan teman-teman saya, jadi, untuk bikin kebaya modern lagi nampaknya ngga terlalu sulit buat saya. Tapi, ternyata tantangannya disini: mencari bahannya.
Saya pikir sekaliber Jepang pasti punya koleksi kain-kain brokat yang cantik. Secara, Jepang kan tergolong maju di bidang fashion. Ternyata saya salah. Karena mungkin secara kultur di Jepang orang jarang membuat baju-baju dengan bahan transparan dan sejuk segar semacam bahan-bahan brokat untuk kebaya, mencari brokat sangatlah sulit. Bahkan, di toko kain besar seperti Yuzawaya, bahan brokat/lace yang tersedia sangatlah terbatas dan motifnya tidak seindah yang saya bayangkan! Harganya? MAHAL BANGET. Untuk satu meter kain brokat yang motifnya b aja, harganya sekitar 1000 yen, alias 135000 rupiah. Padahal di Indonesia, dengan harga yang sama, kita bisa mendapat brokat dengan motif yang lebih cantik dan beragam. Bahkan brokat paling cantik yang saya temukan, harganya mencapai 6000 yen (~IDR 800ribu) untuk 1 meternya. Padahal untuk membuat kebaya modern dengan model pilihan saya butuh 3 meter! Ulala~ mahal sekali!
Karena pertimbangan biaya kirim dari Indonesia lebih murah daripada bikin sendiri, akhirnya saya pilih mengirimkan kebaya dari Indonesia. Selain jatuhnya lebih hemat biaya, lebih hemat waktu juga, dan lebih banyak opsi untuk modelnya. Karena menikah di bulan Desember yang itu merupakan musim dingin, akhirnya saya memilih kebaya yang bahannya agak tebal (bukan brokat/lace) dan agak bergaya vintage. Untuk kain jarit, beruntung saya masih menyimpan kain jarit gaya jogja yang saya bawa sejak 3 tahun yang lalu. Berbekal belajar dari Youtube, akhirnya saya membuat 'wiru' pada kain jarit saya dan menjahitnya menjadi jarit-rok yang siap pakai.
Ini baru tantangan pertama. Ternyata masih ada tantangan kedua: mencari aksesoris kebaya dan kerudung untuk akad nikah. Supaya kebaya ada 'aksen'nya, biasanya kita menambahkan aksesoris berupa bros yang ukurannya lumayan besar dan bernuansa emas yang seragam dengan anting-antingnya (khas kebaya jawa lah). Nah, karena di Jepang orang cenderung tidak menggunakan bros, pencarian bros ini menjadi luar biasa menantang. Dari mall-ke-mall saya telusuri untuk mencari bros yang cukup besar, yang cukup mencolok untuk kebaya saya yang cenderung simpel. Tapi, karena memang bros bukan item yang banyak dipakai, saya kesulitan menemukan bros. Kalaupun ada, biasanya ukurannya kecil, dan MAHAL SEKALI. Bahkan melalui toko online pun, tetap saja tidak ketemu. Sekalinya ketemu yang cocok, ternyata barang impor China yang butuh waktu 2-3 minggu untuk pengirimannya! Mana sempat?? Anting-antingpun begitu. Kalau mencari yang nuansanya pearl atau warna nuansa perak, masih lumayan bisa ditemukan. Tapi kalo yang nuansa emas atau yang pake berlian-berlian? SUSAH!
Untungnya, salah seorang kawan anggota PPI Kobe, yang juga teman baik adik saya, baru saja melangsungkan pernikahannya tahun lalu dengan nuansa Jawa. Voila! Ternyata bros dan anting-anting yang dikenakan tahun lalu itu persis dengan image kebaya jawa yang saya inginkan! Thanks to her, akhirnya tantangan aksesoris bisa terlewati.
Saya pikir di departemen baju pengantin, tantangan saya sudah selesai. Ternyata belom sodara-sodara! Masih ada kerudung pengantin dan sepatu! Well, dua benda ini sebenernya ngga terlalu sulit dibandingkan dengan mencari kebaya, bros, dan anting-anting. Tapi masing-masing dari kerudung pengantin dan sepatu standardnya harus saya turunkan mengikuti yang ada di Jepang ini. Kalau mencari kerudung akad nikah yang transparan, berpotongan persegi panjang, dengan bordir yang cantik aduhay sudah jelas ngga ada! Mau ngga mau harus saya ganti dengan wedding veil, kerudung ala pernikahan barat/pernikahan di gereja. Jadi potongannya bukan persegi panjang, tapi bulat melingkar. Bordirannya pun ngga bisa yang aduhai lengkap dengan payet, akhirnya saya memilih veil yang bordirnya bunga-bunga biar selaras dengan motif kebaya modern saya.
![]() |
Beli wedding veil secara online. Karena lebih praktis daripada muter-muter shopping street, dan yang jelas: HARGA RAMAH KANTONG. Ngga tau deh kalo beli di butik bakal semahal apa. |
Sepatu? Yang jelas selop ala-ala kebaya jawa gitu ngga ada doooonk. Akhirnya harus mengganti model jadi pumps biasa. Yang penting haknya ngga terlalu tinggi, warnanya cucok, dan sepatunya tertutup (karena musim dingin, khawatir kakinya kedinginan). Ini pun juga ngga langsung dapet lho. Muterin dulu area shopping street di Kobe. Setelah hampir 3 jam dan udah mau nyerah, tiba-tiba randomly nemu sepatu yang cocok di toko terakhir yang dikunjungi sebelum pulang! Emang jodoh! Ukuran cocok, harganya pun ngga terlalu mahal!
![]() |
Untungnya saya bukan tipe yang ingin punya wedding shoes harga jutaan padahal cuma dipake 1x doang, jadi langsung tanpa pikir panjang, bungkus! |
Udah selesai tantangannya?
Beluuuuumm, ini baru sampe disini. Nanti masih ada tantangan dan drama mulai dari beli cincin kawin H-19 (horor ini!), mencari make-up dan hair-do ala Indonesia yang ternyata lumayan sulit di Jepang (ini kisahnya bisa satu post sendiri soalnya drama banget-nget-nget. Namanya akad nikah ya, pasti penganten cewek rewel--apalagi keluarga penganten cewek hehe), membeli souvenir ala Jepang (ini pake ribut juga), sampai ke persiapan dekorasi yang mepet-mepet tapi mantab dibantu kakak-kakak florist ganteng! Nah, bagian seru berikutnya akan saya lanjutkan di episode 4 ya!
Jangan bosan ya!
0 Komentar