Membuka lembaran tahun kedua pernikahan: what to expect?

 Tidak terasa, sekarang sudah akhir tahun! Seperti biasa, saya ngga punya resolusi tahun baru. Tapi akhir tahun di tahun 2021 ini menandakan sudah 1 tahun saya menikah dengan suami. Artinya, saya akan memulai lembaran tahun kedua pernikahan ini.

Mungkin beberapa orang bilang, tahun pertama pernikahan adalah tahun yang paling manis. Tapi buat kami justru banyak sekali tantangannya. Tapi dari tantangan tersebut kami belajar banyak hal untuk persiapan tahun kedua pernikahan. Apa saja yang menjadi pelajaran tahun pertama?

tahun kedua pernikahan


Long Distance Marriage bukan untuk semua orang

Teman satu lab saya dulu ketika S3 adalah pelaku Long Distance Marriage (LDM). Teman saya ini bahkan hamil sendirian di Jepang, karena suaminya seorang residen yang tidak bisa meninggalkan pendidikannya di Indonesia. 

Kalau dengar cerita orang-orang yang LDM, sepertinya LDM adalah hal yang mungkin saja dilakukan. Bahkan beberapa pelaku pernikahan dengan orang asing juga sukses dengan LDM-nya.

Tapi ternyata untuk saya LDM ini sangat sulit. Saya pikir perbedaan waktu Jepang-Indonesia yang "cuma" 2 jam tidak menjadi masalah. Nyatanya sering menjadi sumber keributan kala menentukan waktu untuk berkomunikasi.

Itu hanya salah satu contoh sumber keributan. Yang lain? Banyaaaakkk. Dan ini juga berkaitan dengan poin berikutnya.

Pola komunikasi tiap pasangan itu beda

Poin ini sebelumnya sudah pernah saya bahas di posting saya tentang komunikasi pasangan internasional. Karena saya dan suami dari jaman pacaran dulu lebih mengutamakan komunikasi secara langsung dengan bumbu kedekatan, komunikasi dengan tidak langsung dan tanpa kedekatan terus menjadi momok.

Kami jadi harus merubah pola komunikasi langsung yang selama ini kami gunakan jadi komunikasi via chat dan telepon. Dan kadang ini malah bikin salah paham ^^; Emosi yang disampaikan lewat chat/telepon sering disalah artikan! Endingnya, ya pasti ribut laaah

Ini akhirnya jadi pelajaran buat kami untuk memperkuat komunikasi. Karena ada aja hal-hal yang ajaib terjadi gara-gara miss komunikasi ini. Memang, komunikasi ini kunci penting buat LDM. 

Untuk temen-temen yang mau LDM tapi belum punya pola komunikasi ramah LDM, saya sarankan hati-hati. It is tough! Ngga semua orang bisa menjalani LDM!

Trust is the key

Selain komunikasi, rasa saling percaya itu kunci penting banget. Karena selama LDM, kita ngga bisa melihat langsung apa-apa yang terjadi. Ngga bisa merasakan langsung juga. Jadi komunikasi dan rasa percaya lah yang menjadi fondasi. 

Untungnya saya sudah kenal banget sama suami. Ibaratnya uda ngerti banget lah. Jadi merasa tertolong banget ketika mendengar hal-hal yang ternyata ngga bener. 

Hilangkan rasa egois dan jadilah seorang team-player

Saya dan suami sama-sama perantau. Kami biasa hidup sendiri. Sendiri maksudnya ngga ada tanggungan gitu. Bahkan kadang masing-masing dari kami lebih suka melakukan sesuatu sendirian. Jadi kadang terbawa kalau bikin keputusan jadi kurang memikirkan dampaknya ke orang lain.

Jeleknya lagi, kadang kami jadi suka saling menyalahkan, alih-alih mencoba mengerti keputusan yang diambil dan memberi support. Kami sering lupa kalau sekarang kami ini satu tim yang harus saling berdiskusi, saling berkontribusi, dan yang lebih penting, saling mendukung satu sama lain.

Selain belajar untuk ngga egois, sekarang kami juga belajar dipimpin dan memimpin. Karena nanti ada kalanya kami ganti peran jadi supporter untuk peran yang lain. Ingat, team work.

Membuat prioritas

Entah kenapa ini menjadi pelajaran pertama dan terpenting yang saya dapat dari petualangan saya menjadi dewasa. Dan ini juga yang menurut saya penting banget dalam perjalanan tahun pertama saya jadi istri orang.

Tentu kita tidak bisa selalu menang, tidak bisa egois, dan tidak bisa mendapatkan semua yang kita harapkan. Harus ada yang dikorbankan, dan disitulah peran prioritas ini.

Kalau dulu saya ngotot sekali hidup harus idealis layaknya rumah tangga ideal. Tapi sekarang saya lebih bisa mengorbankan hal-hal yang bukan prioritas. Walau rasanya sakit, tapi itulah menjadi dewasa, itulah berumah tangga.

Jangan terlalu mendengarkan orang lain

Sekedar mendapat dan mendengarkan nasihat itu ngga apa. Tapi ingat, ini rumah tangga kita, kita yang paling tahu. Meskipun masih cupu baru menikah, tapi kita juga yang paling tahu siapa diri kita dan siapa diri suami.

Apalagi kalau omongan tetangga, ngga usah diambil pusing. Ditanya "kapan punya anak?" "kapan begini begitu" "ih kok gitu sih" "lho kok suami/istri blablablabla" senyumin aja, ngga usah berat diambil pikir.

Dapur rumahtangga itu hanya kita yang tahu. Ngga mungkin orang lain tahu sedalem-dalemnya. Jadi, percaya sama diri dan keputusan sendiri when it comes to your household. Omongan yang lain hanya sekedar masukan aja. 

What to expect di tahun kedua pernikahan?

Sebenernya kalau ditanya apa harapan di tahun kedua pernikahan nanti, saya ngga mau berekspektasi apa pun. Karena sakit banget nanti rasanya kalo ternyata ngga kejadian (dan uda pernah ngerasain juga).

Jadi lebih baik buat saya merefleksikan apa yang sudah terjadi di tahun kemarin dan memperbaikinya di tahun depan, tanpa ada ekspektasi apapun di tahun kedua pernikahan. 



Semoga nanti di tahun-tahun berikutnya lebih less drama, lebih bahagia dan banyak rejeki. Berdoa terus aja pokoknya.

Kalau temen-temen, pelajaran apa yang temen-temen dapatkan setelah tahun pertama menikah?

Posting Komentar

0 Komentar